.

8/5/12 LEARN WE NOT.....tiada terkesan?

Posted By: Abdullah Chek Sahamat - May 23, 2012

Share

& Comment


Saban tahun, pulohan ribu (dan mungkin ratusan ribu) orang kita Melayu berduyun-duyun ke Tanah Haram. Yang saya perhatikan, banyak juga mereka dari Kuching, Sarawak khususnya. Di antara mereka ini, pasti saban tahun ada saja pemimpin Melayu ke sana. Tahniah dan syabas. Alhamdullilah. Persoalan saya: Mereka pergi atas tujuan kendiri dan atau mengambil iktibar lalu bila kembali melakukan yang terbaik buat Ummah tempatan?.

Year in year out, thousands if not hundred of thousands Muslim Malays went to Mecca. My observation, quiet a number, be they young, adult, or elders from Kuching Sarawak did joined the ibadah. Among them are our local leaders, especially those tasked to care for the Islamic welfare. Great. Alhamdullilah. But my wondering: Did they went there a mere personal purpose and or seeking holy aspiration and later when they are back they really work hard for the great benefit of the general Ummah?

(2) Saya menyoal, atas apa yang Allah sering peringatkan: Peliharalah sholat (perkukuhkan keImanan), tunaikan zakat, dan berbuat baiklah.... Kita orang Melayu, bila berbicara tentang Islam, maka kita seperti sering hayut oleh satu perkara dan lupa perkara yang lain, biarpun ianya adalah perkara teras. Umpamanya, seruan untuk membayar zakat, kita melihat itu hanya sebagai tanggungan mereka yang mampu. Kita tidak melihat seruan mengeluarkan zakat, agar semua di antara kita juga mesti bekerja kuat agar berharta dan dapat juga menyumbang untuk berzakat. Tidakkah pesanan Muhammad SAW betapa 90% dari kekayaan dunia ada kaitannya dengan ini. Bacalah dan telitilah Al Quran, tiga gandingan saran: sholat, zakat dan berbuat baik adalah yang paling kerap Allah peringatkan buat semua. Maka dari sini, apakah sikap kita umat Melayu selama ini dalam cara kita melihat, memahami dan mengamalkan ajaran Islam? Makanya, saya sejak sekian lama sering menyoal, untuk apa kita ke Mekah dan Madinah?

(2b) If one cares to read and study the verses in the Al Quran carefully, definitely the most frequent reminder by Allah is: Observe your shollah, pay zakat and do good deeds. But a pity, among the Malays, when the topic on Islam is being discussed we then too focus on one and forget the others. As an example, when Allah command us to pay zakat we seem to think that such a command is only for those who are rich, but we never want to take such command as an instruction for us to work hard so that we also could contribute to pay zakat. Didn't Muhammad SAW said, 90% of the wealth come from doing business? Doesn't his notion meant that we must work hard so that we can also pay zakat? As I have many times said, Islam is not merely about spiritual matters, Islam is about the Best Way of Life. Thus for instance, when the Malays went to Mecca, what would be their main intention? Most I would believe are personal, and not much would try to learn and later when they are back to do the best for the Ummah.

(3) Kini saya agak bebas dan punya banyak masa untuk berkeliaran ke mana saja saya suka. Sejak beberapa minggu yang lepas, saya sering mundar-mandir di sekitar Masjid Lama Kuching dan Masjid India di Indian Street. Cubalah sembahyang di kedua-dua Masjid ini di waktu Dzohor, Assar, dan Magrib. Lenggang. Apa lagi di waktu Subuh dan Isya. Mungkin Imam terkebil-kebil menanti makmum. Kenapa jadi begini? Rumah Allah tidak semarak seharusnya?

(3b) Nowaday, I have most of the time that would enable me to wander and thinking a lot. Since couple of weeks back, I have been wandering at both the Old State Mosque and Masjid India at India Street in Kuching. A really very different experience to what I have been seeing as compared to Masjid Muhammadiah Kota Bharu, lots of Masjid in Indonesia, or even Mecca and Madinah. The Dzohor, Assar, and Maghrib sholah barely a saf being filled up. Really quiet and empty. Worst I believe at Isya and Subuh. Why? Why is Allah's Home being kept empty?

(4) Mengimbau kembali cara pembinaan MasjidilHaram dan Nabawi, juga yang cuba mengambil iktibar dari keduanya, adalah Masjid Muhammadiah di Kota Bharu, Masjid Agung Bandung, dan Masjid Agung Jakarta, saya dapati cara kita membangun kedua-dua Masjid tadi adalah sangat terpencil. Masjid Jamek Negeri juga sama sifatnya. Kerana pemencilan inilah maka, masjid-masjid (termasuk Masjid Negara, Masjid Shah Alam, Masjid Kota Kinabalu, dsb) kita jadi sepi. Masjid kita tidak berperanan sebagai pusat kegiatan ummah. Cara kita melihat pembinaan Masjid, terlalu mensuci sehingga memencilkannya dari Ummah. Bagi orang Melayu, Masjid itu terlalu suci dan tidak boleh dicampur aduk dengan hal-hal lain. Saya sangsi tentang kebenaran hujah ini, kerana tidak semua hal-hal lain itu adalah haram. Lihatlah apa ada di sekeliling MasjidilHaram dan Nabawi.

(4b) The Mosque is a serene place to the Malays. Due to such consideration, in most cases when the Mosque were developed, they seem to be quite isolated from the reach of the community in such, made the Mosque an alien to their whole lives system. This is very different from the early and current development of MasjidilHaram and Nabawi. That's the very reason I always question the purpose of the Malays paying a visit to MasjidilHaram and Nabawi. Most I would say for personal ibadat rather learning for the greater ummah needs and deeds.

(5) Pada saya, model pembangunan MasjidilHaram dan Nabawi masih boleh diperbaiki khusus untuk di sesuaikan dengan keadaan di negara Islam yang berlainan. MasjidilHaram dan Nabawi sebegitulah bentuknya kerana keperluan untuk memelihara keaslian Kaabah dan Masjid Rasullulah. Namun tetap atas keperluan masa dan keadaan, MasjidilHaram kian menjulang naik (bertingkat) dan mendasar ke bawah (bawah tanah). Maksudnya, Allah tidak membatas MasjidilHaram hanya dalam perspektif Kaabah yang lama. Maha kebijaksanaan Allah dalam hal MasjidilHaram (makanya biar Kabaahpun tidak dibangunkan oleh Allah sendiri, agar tetap manusia boleh mengubah suai pada keperluan zaman)adalah dengan mendirikan Kaabah di tanah gurun, agar kerja-kerja pembangunan di bawah tanah menjadi lebih mudah jika berbanding Kabaah di bangun di tanah paya di Meludam atau Pendam. Begitu juga, Tanah Haram luasnya 20 Kilometers sekeling Kaabah. Semuanya agar kita terus berfikir dan memperbaiki cara kita untuk hidup dan berbakti kepadaNya.

(5b) The development of MasjidlHaram and Nabawi could be adopted and modified to suit the in-situ Muslim communities needs and situation in developing their Mosques. Despite the need to preserve the serenity of the old Kaabah and Muhammad SAW Mosque, both MasjidilHaram and Nabawi have to be extended either upward or downward. That's the very reason, I believe why Allah command the construction of the Kaabah in the dry desert so that, there is no contraint to the MasjidilHaram (and Nabawi) expansion. Accordingly, the space span of MajdilHaram is 20Km in radius of the Kaabah.

(6) Saya bertanggapan, masyarakat Melayu kini sedang kemelut untuk mencari jati diri yang tegar. Apakah yang ada di sekeliling umat Melayu yang boleh dijadikan lambang bagi ketemaddunan Melayu? Hang Tuah berani bertikam dengan sesiapa saja lantaran adanya Taming Sari. Kalau di zaman dulu, sebut saja sawah, pasti anak-anak Melayu ada rasa kembang di hatinya, namun kita kerja di sawah adalah lambang kemiskinan dan sengsara. Dewan Bahasa dan Pustaka (DBP) suatu ketika dulu adalah lambang pembangunan Sastera dan Budaya Melayu, namun kini hanyalah Gedung Percetakan. Begitu juga Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) terdiri atas keringat dan airmata Melayu untuk memperjuangkan nasib bangsa Melayu, namun kini, saya kira UKM hanyalah Tadisa ie Tadika Anak-Anak Dewasa. Roh Melayu kian terhakis hebat.

(6b) I could sense, the general Malays as a whole is grasping for something to hold. What is there within their surrounding that that they can acclaim: Yes, we are proud of this, and we are part and partial of this! What is there that the Malays could own as the virtue of their civilization pride? Hang Tuah, the Malays legendary hero was ever willing to die for his course with the Taming Sari in his hands. Accordingly, in the past, paddy field is the Malays' traditional pride, yet now is a symbol of poverty and misery. Dewan Bahasa and Psutaka (DBP) was the Centre for the Malays' Literature and Culture development, yet today is a mere printing store. Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) was established through the sweat and tears of the Malays to have an institution that would produce young intellectual Malays that would take the Malays to a better stage, yet now, it is a kindergarten for the adult kids. The Malays is greatly loosing their soul.

(7) Khususnya di Kuching dan Sarawak amnya, apakah bentuk pembangunan yang boleh menjadikan Melayu merasa mereka adalah bangsa besar? Saya tidak nampak. Mungkin ada yang berkata, Komplek Islam Jalan Haji Tana yang sedang terbina akan menjadi mercu tanda kebesaran Melayu/Islam di Sarawak. Syabas kepada Taib Mahmud (YAB Pehinn Sri) atas wawasannya sebegitu. Tahniah. Alhamdullilah. Namun, haklikatnya saya masih sangsi atas satu dasar: penyertaan orang Melayu dalam Komplek tersebut masih terlalu jauh. Saya yakin, Komplek ini akan terbatas kepengunaannya dan pasti orang Melayu hanya dapat melihatnya dari kejauhan. Juga pasti ada yang berkata, bukankah Islam itu suatu yang tiada tandingannya. Pegang saja pada Islam. Pasti Melayu akan gagah. Makanya, saya ingin mengajak kita berfikir tajam, luas dan dalam tentang cara kita berpegang pada Islam agar benar-benar kita gagah dan berjaya, dunia dan akhirat.

(7b)Especially in Kuching and Sarawak in general, what is there that the local Malays could claim as their soul? I can't see. May be some will say, the current development of the Islamic Complex would the Kuching Malays soul. Definitely Taib Mahmud (YAB Pehin Sri) has such an intent. Congratulation. Alhamdullilah. But, I doubt the Kuching or Sarawak Malays will have such a feel. The fundamental reason, I would say, their active participation will not be there. The Complex will be just a beauty at a distance to the general Kuching and Sarawak Malays.

(8) Suka atau tidak. Orang Melayu samada mereka dari Sambas, Jawa, Maluku, Sumatera dan atau Brunei, merekalah yang telah membuka dan membina Sarawak yang kemudiannya menjadi Kuching. Hakikatnya, generasi terdahulu (Merpati Jepang) telah meninggalkan Sarawak (Kuching) buat kita, namun, apakah batu tanda yang bakal kita tinggalkan buat cucu-cicit kita yang boleh menjadi pedoman buat mereka untuk bangkit gagah dan berdaulat? Kita mesti fikirkan. Pangkalan Panjang sudah jadi Pelantar Pendek. Pangkalan Sapi sudah jadi Front De Venice. Jalan Jawa sudah jadi Brooke Dock Yard. Maka apa lagi yang tinggal? Rasanya, hanyalah baju Melayu yang bergantungan tidakpun lagi di kedai-kedai milik Melayu!.

(7b)Whether we like it or not, historiaclly, the Malays from Sambas, Java, Sumatera, Celebes and or Brunei were the one whom had opened up Sarawak which now named as Kuching. The previous generation (Merpati Jepang) left Sarawak (Kuching) for us, yet what would be our trail that the next generation could walk pass to be great? The present Malays must think and act firm and fast now. Nothing much left, and even the Baju Melayu are no more the Malays trading items. A pity.

(8) Saya berpendapat, dan sangat mengusulkan khusus kepada Daud Abdul Rahman (YB Datuk)agar dengan berani merombak cara berfikir dan pandangan kaum India Muslim khususnya yang terkait dengan Masjid India Kuching. Kaum India Muslim di Kuching harus sedar dan menjiwai, betapa kemurahan Melayulah maka mereka dapat mendirikan Masjid India pada kedudukan sekarang. Telah tiba masanya, agar murah hati Melayu ini dibayar dengan usahasama untuk bangkit gagah bersama. Masyarakat India Muslim tidak harus terus hanya puas hati dengan cara kehidupan dan perdagangan 1960 (kain, emas dan rempah). Masyarak India Muslim dan Melayu, atas dasar Islam, tidak boleh terus terpisah. Jika ini terjadi, maka tetap kolot dan mundurlah kita bersama. Daud boleh menjadi jambatan utuk dalam mengerak Melayu dan India Muslim untuk bangkit bersama dan gagah.

(8b) I would say and suggest that Daud Abdul Rahman (YB Datuk) must take a firm stand and effort to change the mentality of the Kuching Indian Muslim and those related to the administration of the Mosque. These community must realise, it was the mercy of the Kuching Malays that had enable them to build the Mosque at where it is to this day. Time has come for such a mercy be rewarded by working together to make Islam a great Way of Life. The present Indian Muslim community should not be just satisfied with their inherited traditional way of life and trading (textile, spices and gold). The Indian Muslim and the Malays must now come together as a combine force for greater success, failing which, both communities will loose.

(9) Kedudukan Masjid ini adalah sangat strategik dan boleh memainkan peranan besar dalam memberikan roh dan semangat kepada masyakat Melayu dan Muslim di Kuching untuk menjadi gah dan perkasa. Kita harus sedar, saikologi Melayu adalah mereka akan hanya tergerak jika pembinaan roh mereka adalah jelas. Saya yakin, sama juga di kalangan masyarakat India Muslim. Ini tidak anih, kerana Hindu dan Buddha telah menguasai budaya kita beribu tahun lamanya. Kita serumpun dalam ikatan budaya kolot. Kita kena bina keyakinan kepada orang Melayu, untuk mereka bangkit pantas.

(9b) The location of Masjid India Kuching is very strategic and perfect tool to build the morale of the Malays and Muslim of Sarawak to move to a greater height. We must realise, to move the Malays (and Muslim as a whole), they need morale booster. They can be real dedicated if such morale is being made crystal clear. We need to build the confident of the Malays to make them run and steadfast. Both the Malays and Indian Muslim of Kuching should see themselves as true brotherhood, and discard fast those Hinduism and Buddhism culture and tradition that had imprisoned us for too long

(10) Saranan saya, kita boleh bangunkan Masjid India Kuching sebagai Masjid Bandaraya Kuching. Biar Masjid Negeri Lama, terus menjadi Masjid Bahagian, dan InsyaAllah saya akan menulis mengenainya sedikit waktu lagi. Sebelumnya, wajar Daud dan cendikiawan Melayu mengambil beberapa langkah strategik seperti berikut: Pertamanya, wajar kita menubuhkan sebuah Perbadanan Pembangunan Bandar untuk mengembeling tenaga dan dana dalam membangun dan menyusun semula bandar-bandar kita dan penempatan pinggir bandar agar dapat melambangkan Sarawak Majmuk dan Sejahtera untuk semua. Keduanya, Baitul Mal, Lembaga Masjid Sarawak, Tabung Haji dan masyarakat dagang Muslim Sarawak (Malaysia), perlu mengambilalih empat buah kedai ke kiri (dari tebing sungai) dari Masjid India sekarang. Jika Tabung Amanah dapat dibangunkan, lalu masyarakt Mulsim kebanyakan digalak melabur, pasti kita dapat mengumpul dana yang besar untuk keperluan ini. Ketiganya, Kerajaan Negeri pula, hendaklah mengambilalih dua bangunan kedai yang telah terbakar untuk dijadikan Taman Hijau Awam dan mewartakan sebegitu. Akhirnya, kita perlu mengumpul para arkitek, wakil budayawan, wakil ahli perniagaan, dan ahli keagamaan untuk duduk bersama merangka fungsi, kompomnen dan rupabentuk Masjid Bandaraya ini.

(10b)I believe the Indian Mosque could be developed into the Kuching City Mosque. To realise such an idea, better for Daud and the Malays (Muslim) intellect to think and consider the following strategies: First, to form an Urban Development Corporation that would make all town in Sarawak as a Place of Every Local Cultural Spring to really nurture and sustain our unity in diversity way of lives. Secondly, Baitul Mal, Lembaga Masjid, Tabung Haji and Mulsim interest parties should acquire the four shops to the left of the Mosque. A special Trust Fund where Muslim can invest in the redevelopment of the Mosque could also be considered. Third, the State Government should acquire and turn those two burnt down shop and turn those into Public Green and Open Space especially a Playground dedicated for the kids. Last but not least, we should organize the architects, business personality, cultural representative, and surely the Islamic religious group to conceptualise and detail the functions, components and thus the architecture of the Mosque.


(11) Di dalam Islam, terdapat angka-angka yang sangat besar maknanya. Pertama, angka lima (5 atau V). Ada lima rukun Islam. Kita diwajibkan sholat lima waktu. Hari kelima, iaitu Jumaat adalah hari yang paling afdal. Ada lima lautan Allah jadikan untuk kita layari. Keduanya, angka enam (6 atau VI). Allah menjadikan bumi dan syurga dalam tempoh enam hari. Ada enam rukun Iman. Ketiganya tujuh (7 atau VII). Bumi yang kita pijak ada tujuh lapis. Langit yang kita junjung ada tujuh petala. Syurga yang kita hambat ada tujuh darjat. Ada tujuh benua yang boleh kita teroka. Seminggu ada tujuh hari.

(11b)In Islam, there are certain figures that are of very significant. First, the number five (5 or V). There are five Islamic pillars. The Muslim must pray five times in a day. The fifth day, ie Friday is the most significant day in Islam. There are five oceans created for us to sail and explore. Secondly, the number six (6 or VI). Allah created heaven and earth within six days. There are six pillars of the Islamic belief. Thirdly, the number seven (7 or VII). The earth is made of seven strata. The sky is made of seven layers. The heaven is divided into seven hierarchies. There is seven continent that we can wander. There is seven day in a week that we can spend.

(12)Saya ingin mengusul, secara konsep, perencanaan dan pembangunan Masjid Bandaraya Kuching pada dasar perqangkaan tersebut. Pemerhatian saya mengenai Tanah Abang Jakarta, Gedung Bandung Lama, Wakaf Che Yeh, Kota Bharu, dan MasjidilHaram dan Nabawi juga menjadi dasar fikiran saya. Namun yang lebih penting, pesan Allah dan Muhammad SAW, kira-kira bermaksud: ...sholatlah, kemudian bertebarlah menghambat rezeki...dan 90% dari nikmat dunia pada dagang..., maka saya mengusul, Masjid ini harus di bina setinggi tujuh aras. Aras satu, hendaklah dibina dengan tiang-tiang yang tinggi, sebaiknya setinggi dua tingkat bangunan sebagaimana Pejabat Pos Besar Kuching. Aras satu ini baik untuk Medan Kereta, Pusat Kraft, dan Ruang Pamiran dan Jualan Bermusim. Aras Dua, dijadikan Pusat Tektil, Rempah, Peralatan Dapur dan Perhiasan. Hiruk pikuk Jalan Gambier Lama boleh dihidupkan. Aras Tiga, dijadikan Medan Makan, Restauran Istimewa, Pusat Kitab-Buku Islam dan Pementasan Budaya. Aras 4-6 dijadikan Hotel Sederhana, Boutique dan Apartment. Aras ke tujuh adalah Masjid dan Taman Awangan. Model sebegini saya yakin akan melibatkan dapat melibatkan banyak pemgusaha-pengusaha Melayu dan Muslim. Penyertaan meerak akan dapat disemarakan dan roh mereka akan dapat kita suburkan. Saya yakin jika ini dapat dilakukan, pastinya seluruh corak perniagaan dan keindahan Jalan Gambier, Jalan Masjid India serta seluruh Kuching Lama akan berubah wajah. Pembangunan Masjid Bandaraya Kuching akan menjadi mercu perubahan Kuching Lama dan pasti akan menjadi the most visited place is Borneo jika tidak ASEAN. Semua akan mendapat manafaat dari usaha kita membesarkan Allah. InsyaAllah.

(12b) I would like to take the spirit of those figures as the principle of the development of the propose City Mosque. My observation of the Tanah Abang in Jakarta, the Old Bandung Plaza, Bandung, Wakaf Che Yeh of Kota Bharu, and surely the MasjidilHaram and Nabawi could be a good guiding principle. Sure, Allah and Muhammad SAW saying, which means: ...Observe your pray, then disperse to earn...and 90% of the wealth comes from commerce..., thus the Mosque should be built in seven storey. The ground floor, should be of high column. The model of the Old Kuching Post Office should be of great example. This Floor could serve as the Parking Area, Exhibition, Seasonal Sales and Crafts Center. The second floor, make this as heaven for the women: textile, accessories, spice center, and utensils center. The olden day bustling Gambier Street could be revived. The third floor become the food mart, hyperbook store especially in dealing with the Islamic books, and entertainment. The fourth to six floor as hotel, appartment, and even boutique office. The seventh floor, the pinnacle, is the Mosque with the Hanging Tropical Garden. The overal architecture of the building should brought back the nostalgic Malays' and South Indian taste.

(13) Saya yakin Taib Mahmud ada siratan itu bila dia merombak Pasar Gambier menjadi Taman Hijau. Cuma, kini Daud harus tegas untuk membaca dan berbuat sebagaimana yang tersirat. Daud boleh, dengan sokongan padu Abang Zohari (YB Datuk Sri)!

(13b)I strongly believe, Taib Mahmud had that in the back of his mind when he was so stubborn to head on to revamp those old structures along the Gambier Street. Daud should be able to read those in between the line. He can, with Abang Zohari (YB Datuk Sri) as his close buddy.

Kuching, Sarawak
23 May, 2012

#Abdullah Chek Sahamat

Writing that complies Bizarre, Odd, Strange, Out of box facts about the stuff going around my world which you may find hard to believe and understand

0 comments:

Copyright © 2010 abc sadong™ is a registered trademark.

Designed by Access. Hosted on Blogger Platform.