(Puisi Aku oleh Chairil terpampang pada sebuah tembok di Leiden, Belanda) Pagi ini, setelah teman saya bersama anak-anaknya berangkat ke Kuala Lumpur en route ke Solo, saya mengapai sebuah buku yang saya bawa, bertajuk - Chairil Anwar: Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan yang Putus. Buku ini saya beli semasa lawatan saya ke Bandung pada 16 Januari, sekitar 12 tahun yang lepas. Saya memilih untuk tidak menghantar teman saya ke lapangan terbang, saya cuba mengelak untuk terlalu banyak bergerak lantaran kaki saya baru 50-60 peratus pulih. Saya mengenali Chairil lewat puisi-puisi keras dan tajamnya dalam perjuangan menentang Belanda dan Jepun pada tahun 1940an. Sambil menanti seorang teman lain yang akan bersama saya sekitar 3-4 hari untuk terus menikmati ombak dan bauran angin pantai dan gunung, saya kira ingin menjelajahi puisi Chairil bertajuk - Yang Terampas dan Yang Putus dan Derai-Derai Cemara. Apakah puisi ini pada nada cinta yang tidak kesamampaian atau punah dan sebuah kesendirian menanti ajal, apakah ianya mirip seperti apa yang sedang teman atau saya lalui?
(2) (Pusara Chairil di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta) Chairil Anwar (26 Juli 1922-28 April 1949) dilahirkan di Kabupaten Lima Puluh Koto, Medan, Sumatera Barat. Penyair yang dijuluki "Si Binatang Jalang" itu lahir dari kedua orang tua asli Melayu. Ayahnya merupakan Bupati Indragiri yang tewas dalam Pembantaian Rengat. Dia masih memiliki pertalian keluarga dengan Soetan Sjahrir Perdana Menteri pertama Indonesia. As a child, he was hard-headed and unwilling to lose at anything. Dia sorang anak bingal - pemberontak mungkinnya. Walaupun pendidikannya tidak tamat SMA, Chairil adalah anak cerdas kerana mampu menguasai Bahasa Inggeris, Belanda dan Jerman dan dia mengisi masanya dengan membaca karya-karya pengarang antarabangsa ternama, seperti: Rainer M. Rilke, W.H. Auden, Archibald MacLeish, H. Marsman, J. Slaurhoff dan Edgar du Perron. Chairil Anwar, dijuluki sebagai "Si Rebo" (dari karyanya yang berjudul Aku), adalah penyair terkemuka Indonesia. Dia diperkirakan telah menulis 96 karya, termasuk 70 puisi. Bersama Asrul Sani dan Rivai Apin, ia dinobatkan sebagai pelopor Angkatan 45 suatu Angkatan Pemuda dalam front gerakan kemerdekaan Indonesia, sekaligus pemuisi modern Indonesia. Menariknya, the Dutch scholar of Indonesian literature suggests that Anwar was aware that he would die young, pointing to "Jang Terampas dan Jang Putus" ("The Seized and the Broken"), which has a theme of surrender and predicts that he will be buried in Karet. Teeuw mencatat bahwa hingga tahun 1980 tulisan tentang Chairil jauh lebih banyak daripada penulis Indonesia lainnya. Kebanyakan di antaranya merupakan esai dari para penulis muda. Teeuw mendeskripsikan Chairil sebagai "penyair yang sempurna". Karya-karya Chairil telah diterjemahkan ke berbagai bahasa - Inggeris, Belanda dan Spanyol.
(3) Hasil kerja beliau diuruskan dengan pelbagai tema, termasuk kematian, individualisme, dan eksistensialisme, dan sering pelbagai ditafsirkan. Lukisan pengaruh dari penyair asing, Anwar menggunakan bahasa sehari-hari dan sintaks baru untuk menulis puisi beliau, yang telah terkenal sebagai membantu perkembangan bahasa Indonesia. Puisi beliau sering dibina tidak sekata, tetapi dengan corak individu. Tanggal kelahirannya (26 Juni) diperingati sebagai Hari Puisi Nasional dan tanggal kematiannya (28 April) diperingati sebagai Hari Sastra Nasional (pada era 1950-an). Karya sang penyair ternama itu masuk dalam kurikulum dan dipelajari oleh seluruh siswa dan siswi di Indonesia, mulai dari SD hingga SMA.
(3) Dalam sejarah Indonesia, nama Chairil Anwar telah diakui sebagai sosok penulis puisi andal yang memulai karier di bidang sastra pada 1942. Karya sastra pertama yang ditulisnya bertajuk Nisan yang terinspirasi dari wafatnya sang nenek. Setelah itu, pada 1943, Chairil Anwar mulai mengirimkan karya-karya puisinya ke majalah Pandji Pustaka untuk dipublikasikan. Namun, terkadang puisinya mendapat penolakan karena dianggap terlalu individualistis, salah satunya yang berjudul Aku. Padahal, pesan yang ingin Chairil Anwar sampaikan melalui puisi Aku adalah kegigihan dan semangat perjuangan untuk meraih kebebasan diri. Selain itu, salah satu tema yang biasa diangkat dalam puisi ciptaan Chairil Anwar adalah tentang perjuangan. Selain itu, peran Chairil Anwar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia adalah dengan menjadi pelopor Angkatan 45. Pada 1943, Jepang membentuk Pusat Kebudayaan atau Keimin Bunka Shidoso, yang membuat Chairil Anwar curiga. Chairil Anwar merasa tidak senang dengan usaha Jepang itu, yang dianggap memanfaatkan semangat kebudayaan bangsa Indonesia. Puisi-puisinya beredar di atas kertas murah selama masa pendudukan Jepang di Indonesia dan tidak diterbitkan hingga tahun 1945.
(4) Chairil, saya kira bukanlah manusia yang memilih untuk hidup seperti pilihan kebanyakan manusia. Dari latar hidupnya, seperti Pyan Habib yang saya kenali adalah pemuisi rakyat. Kehidupannya sesuka hatinya - sebuah watak sang keras kepala. Hidupnya bukan ngak sembrono, dia memilih jalan sembrono pada tafsirannya sendiri, dan itulah jalan agar kata-katanya kokoh bermakna. Yang dia pilih bukan dirinya tetapi niat bicaranya. Ada dua perkara saya kira Chairil ingin jaga - tanahairnya dan dirinya yang sendiri - he as himself. Kematian adalah bunga-bunga hias hidupnya, lantaran kehidupannya yang sendiri, maka tidak heran puisinya biar yang pertama Kubur adalah banyak berkisar kepada kematian. Apakah itu anih? Tidak bukan? Bukankah mati harus saja kita peringati agar kita siaga melewatinya. Juga saya kira mati buat Chairil juga banyak simpang siur maknanya. Saya yakin, bukan mati dalam pengertian mati yang kebanyakan mengerti yang Chairil maksudkan - namun bangsanya sedang mati sebelum mati, ketakutan yang mematikan untuk merdeka. Jika kita sorot kepada keadaan kita kini, kita kian mati untuk bebenar. Kita bacul untuk berbuat betul dan benar, kita biarkan kejahilan semerbak mekar. Kita malah ikut-ikutan mungkar bacul sebetulnya. Maka benarlah Chairil seorang pemuitis yang tajam, mungkin brutal. Mungkin - hajat cinta kasih yang tidak kesampaian juga punah adalah faktur dia hanya ingin menjadi dirinya kendiri: Ketika menjadi penyiar radio Jepang di Jakarta, Chairil jatuh cinta pada Sri Aryati tetapi hingga akhir hayatnya Chairil tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkannya. Kemudian ia memutuskan untuk menikah dengan Hapsah Wiraredja pada 6 Ogos 1946. Mereka dikaruniai seorang putri bernama Evawani Alissa, tetapi bercerai pada akhir tahun 1948.
menggigir juga ruang dimana dia yang kuingini
malam tambah merusak, rimba jadi semati tugu.
di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru
di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru angin
dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu;
tapi hanya tangan yang bergerak lantang.
tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlaku beku.
(5) Puisi beliau, Yang Terampas dan Yang Putus itu untuk siapa? Seri Aryati - seorang yang dia damba namun "bacul" untuk mengungkapkannya, Hapsah Wiraredja nan terlerai kasihnya atau ibu-bapa nan terpisah juga atas apa? Chairil seperti menduga, suatu masa akan tiba, dirinya, mungkin dalam terkapar sendiri, terdiam sepi di kamar, pada saat sebegitu segala masa lalu akan menerpa. Terpaan itu mungkin terlalu pedih sehingga tidak boleh terungkapkan melainkan sekadar isyarat gerak tangan yang maksudnya adalah seribu simpang. Puisi ini saya mengira adalah tikaman tajam Chairil agar dalam apapun, setia dan kesetiaan itu terlalu bermakna - jangan sesekali dilontar ke padang lalang tanpa kepedulian berat. Sesungguhnya jika kita berhati dan fikiran cerdas dan sabar, pada Syahadah - Tiada Tuhan yang kusembah melainkan Allah dan Muhammad itu persuruh Allah berulang-ulang wajib kita lafazkan adalah tuntutan kesetiaan mutlak. Tanpa Syahadah dan setia padaNya, Nerakalah azalinya kita. Sesama manusia pada setia yang punah - segala-gala boleh menjadi kaku dan menuju ajal sebuah sengsara. Benar, persetankan saja, yang penting sendiri, namun tanpa kita sadar, Allah kekal bersama yang terluka dan tersakit, dan parahnya di situlah punahnya bagi yang terlupa atau alpa.
(6) Namun hebatnya pada firasat seorang pejuang Chairil, pintanya agar jasadnya disemadi di Karet, Bivak, Jakarta. Untuk apa? Buat bangsa merdeka yang dia tinggalkan, nan terampas dan terputus saya kira, Chairil berpesan haruslah jangan berulang. Timur Leste berpecah pada detik gugurnya Suharto, apa mungkin yang lain-lainnya tidak? Batu nisannya adalah petanda, bahawa jiwa merdeka yang terzahir pada jam 10:00 pada 17 Ogos, 1945 itu jangan kembali dirampas dan diputuskan.
tersa hari akan jadi malam,
ada beberapa dahan di tingkap merapuh,
di pukul angin yang terpendam.
aku sekarang orangnya bisa tahan,
sudah berapa waktu bukan kanak lagi,
tapi dulu memang ada suatu bahan,
yang bukan dasar peritungan kini.
hidup hanya menunda kekalahan,
tambah terasing dari cinta sekolah rendah,
dan tahu, ada yang tetap tidak diucapkan,
sebelum pada akhirnya kita menyerah.
(6) Derai-derai Cemara adalah puisi terakhir Chairil. Ia adalah tali pengikat antaranya dan Yang Terampas dan Yang Putus. Suatu simpul pengakhiran. Pada jam 14:30 pada 28 April 1949 Chairil dipanggil pulang. Buku bertajuk Derai-derai Cemara diterbitkan pertama kali pada tahun 1999 untuk mengenang setengah abad perginya Chairil Anwar. Buku ini mengandungi puisi-puisi hangat dan menikam Chairil termasuk puisi terakhirnya - Derai-derai Cemara - yang dikatakan ditulisnya pada ketika dia diperbaringan di Rumah Sakit 26-28 April, 1949.
(7) Untuk hati yang boleh merasa, Derai-Derai Cemara - adalah curahan sebuah kesendirian yang suka atau tidak harus Chairil pertahankan hanya dalam dirinya - aku sekarang orangnya bisa tahan. Tiada apa yang harus dia sesal, pada saat akan pulang, tiada apapun yang harus ditoleh. Taupan matanya hanyalah sebuah bedungan yang sangat menguncangkan - ada yang tetap tidak diucapkan. Luka nan lirih akhirnya dia pendam diam - sebelum pada akhirnya kita menyerah - menjadi sebuah pesan buat yang mengerti.
(8) Selain Chairil yang cukup puitis dan tajam bicaranya, saya juga mengemari Abiet G Ade - sebuah perjalanan hidup mirip Chairil. Abiet berjuang pada era pasca kemerdekaan. Dia mengusur diri dari tersepit hidup Jogjakarta yang mundur sengsara. Chairil harus angkat kaki dari Medan ke Batavia bersama ibu yang terlerai jodohnya. Munkin lantaran seorang anak tengeng - dimanjakan, perpisahan itu cukup mengaburi jalan hidup biasanya. Lantas, mungkin dari situlah tumbuh jiwa kerasnya memberontak ingin bebas merdeka - apa lagi nuansa Batavia yang keras di tangan Belanda dan Jepun. Itu saya kira adalah pentas Allah untuk waktunya - waktu-waktu keras dan panas - yang harus cepat dia musnah dan tinggalkan. Berbeda pada Abiet G Ade, Allah persembahkan gaya hidup yang mensyukuri dan mencari redha dalam segala kelembutan. Waktu dan nuansa sudah menjadi milik Abiet dan bangsanya. Abiet berjuang untuk mengisi kemerdekaan. Bagi saya, Senandung Pucuk-Pucuk Pinus nukilan dan dendangan Abiet adalah antidot kepada Derai-Derai Cemara Chairil.
lebih jauh lagi
kita akan segera rasakan
betapa bersahabatnya alam
setiap sudut seperti menyapa
bahkan teramat akrab
seperti kita turut membangun
seperti kita yang merencanakan
pucuk-ucuk pinus seperti berebut
bergesek berdesak berjalin tangan
ranting kering luruh adalah nyanyian
selaksa puisi bargayut di dahan
kini tinggal menunggu
datang hembusan angin
sempurnalah segala
bila kita tak segan menyatu
lebih erat lagi
kita akan segera percaya
bertapa bersahajanya alam
lumpur kering adalah pedoman
untuk temukan jalan
dan butir embun adalah lentera
dalam segenap kegelapan
(9) Untuk diri ini dan teman yang sedang terbang berkelana membawa hati serta teman yang sedari tadi ingin melihat simpulan kata-kata untuk hari ini 1 Januari, 2025 yang akan terus menjauh dari semalam 31 Disembar 2024, kita ada akal agar sentiasa berpunya pilihan. Iblis condongnya ke kiri - Neraka. Malaikat manutnya ke kanan - diam-diam saja tanpa gundah di Syurga tanpa apa-apa cabaran dan dugaan. Kita anak cucu Adam-Hawa, dunia ini pentas untuk kita memilih dan membina Syurga atau Neraka bahkan kedua-duanya. Jasad kita terbangun dari debu dan tanah lumpur cukup kotor, namun hembusan suci nafas Allah harus menjadikan kita siapa?
Walaikum Salam Semalam. Assalamualaikum wmwbt Hari Ini dan Esok-Esok.
Damai Beach Resort, Santubong
1-3 Januari, 2025
0 comments:
Post a Comment