di batas dua benua sekian waktu kita terpisah
semalam di pantai berangin deras
kusaksi mentaripun terbenam
aku, yang telah berjalan dan terus berjalan
sadar, biar rembulanpun pasti ngak akan bangun dari lenanya
segalanya pasti kegelapan, dan aku pasti terus sendiri meniti hempasan ombak di gigi pantai
berserah? telah lama aku berserah
lelah? lama sudah aku berdarah
menyerah? itu bukan aku
hanya aku memilih untuk diam
menelan segala, menjadi diriku untuk lebih bisa bertahan
namun tanpa mengerti perhitungan Tuhan
rembulanpun menguak dari balik pekat malam biar bukan pada waktunya
kegelapan memudar, samar-samar tersirna menjelmakan bayang-bayang
dan kita bertembung
SubhannaAllah. lalu berdekapan erat
engkau menangis melimpah tumpah. aku tetap diam
Tuhan sepertinya telah meleburkan benua. Tuhan sepertinya telah memulangkan waktu
sepertinya batas pemisah sudah runtuh buat kita berpesta
air matamu pergi, senyummu mengganti rembulan
gejolak riangmu mengganti deburan kasih ombak di dada pantai
namun aku tetap memilih untuk diam
kerana, biar kita telah di sini, tetap waktu bukan milik kita
biar benua telah tiada, namun pulau-pulau pemisah tetap menjelma
waktu akan terus menghadirkan ruang
ruang akan menghadirkan rindu
perjalanan kita akan tetap ada sepi dan sunyi seringnya
diam lamaku telah menjadikan kubanyak mengerti
betapa bapa kita Adam AS pernah sengaja Allah hadiahkan sepi
dalam kekosongan sepi, Adam AS jadi rindu
lalu Hawa hadir dalam rindunya. lantas mereka berpesta meraikan kesempurnaan
tanpa tahu, rindu menjelmakan kealpaan. rindu melahirkan ruang kekosongan
dalam kekosongan syaitan mengisi segala
maka syurgapun pernah terlepas dari kita
maka saat lerai pelukanku di tubuhmu, aku pinta janganlah ada rindu
biar rindu kita tinggalkan menjauh
gantilah rindu dengan keyakinan Iman
biar Iman mengisi kekosongan, bukan syaitan menyesatkan
terasi, pendam
17 jun, 2013
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comments:
luahan hati sendiri ?
Post a Comment