di mentari terik
langkahku melata pada mata-mata sayu
yang melotot dari balik daun-daun pintu koyak
di tangan mereka, penyapu-penyapu membuang sisa hidup kelmarin
dalam diam, aku berprasangka:
tadi fajr, mungkinkah telah terangkat doa mereka
"ya Allah, hidupkanlah kami agar kami hidup"
apakah sekadar doa ringkas pendek atau lirih hati mereka lemparkan?
biarpun kepada Tuhan?
tidak lagi sesama manusia, lantaran insani sudah hanyut tidak berpulang
jalanku terhenti
titi-titi kayu telah roboh
terhadang jelas, seperti perintah "jangan lewat!"
terjengah aku berkira-kira, namun jelas:
jalan lumpur di depan, semak becak di kiri kanan
berpaling pulang, lewat tadi jalan datang?
tergetar lagi jiwaku menatap wajah-wajah sepi
maka langkahku mati di sini.
termenung aku berfikir, harus gimana akalku?
wajar aku jadi kepiting semak becak padang permainanku
atau melompat bagai katak, terus singgah ke mula jalan
atau terbang bagai burung, tidak jejak ke tanah bebas merdeka
atau merayap bagai ular, di mana saja galang tidak pernah ada
atau jadi tikus, di semak merayap, di air berenang
atau jadi tupai, melompat meniti dari rabung ke rabung
SubhannaAllah Tuhan, indah lagi aku adalah haiwan
dari aku sepertinya aku
bisa aku hidup damai dalam kemelut kemanusiaan sebegini
tabuan melayu, kuching
23 march, 2013
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment