At this moment, 5.00-7.00 million of Muslims are flocking to Mecca, for their spiritual purification. Though, a minority of those from Malaysia might be the poor rural folks, nonetheless we must noted that some of this minority are those who had worked so hard life long to pay for the trips. These are the wrinkle faces, bony trembling bodies, with millions of sadness in their hearts; hoping for once in their lifetime, to be blessed. The same with those from Indonesia. The Pattani in the Southern Thai, the Cham in Laos, Vietnam, Cambodia and China, the Rohingya in Southern Burma, and the Sulus in the South Philippines, oppression and economic depression are among the very reasons why they love so much to be as near as possible to the Kaabah. Their cries are their presentation to Allah of their misery fate. May Allah listen to their prays and hope.
(2) Saya yakin umat Islam dari Palestine, Afghanistan, Pakistan, India, Bangladesh, Eropah Timur, Asia Tengah dan Afrika, bersama-sama dengan segelintir umat Melayu-Islam yang sekian lama menanggung siksa dan derita hidup, menuntut mereka untuk sujud dan membanjir Kaabah dengan keringat dan air mata. Simbahan keringat dan air mata mereka saat dapat menjamah Hajjaratul Aswad, sujud berdoa di Hjjr Ismail dan Makam Ibrahim, berdiri berdoa mengusap birai Kaabah, seharusnya
(2b) I strongly believe, the psychologically and security-wise oppressed and economically depressed Muslims from Palestine, Afghanistan, Pakistan, India, Bangladesh, East Europe, Central Asia and Africa,including those minority Muslims
(3) Saat Hajj mendatang, maka bagi yang belum ke sana, rindunya melambung-lambung tidak terperi. Bagi yang telah ke sana, cintanya tumbuh kembali segar. Kenapa? Dan, persoalan yang lebih besar dan utama, apa yang telah kita temui semasa di Kaabah-Nabawi, kenapa ianya melesap saat kita menjauh dari Tanah Haram? Saya, berdasarkan sedikit pengalaman dan setelah berfikir dan berfikir cuba memcari jawaban. Inilah intipati dan tujuan tulisan ini. Semoga Allah membantu untuk saya berkongsi fikir dan rasa.
(3b) As the Hajj Season comes, for those who never being there, their desire rock their heart hard pushing them to be among those whom have been there. And for those whom have been there, their dreams keep coming as if they just part with their beloved one from a great romance in a beautiful park or castle. Why? Most important, I would say, why such love burn into one's chest during the Hajj and or Umrah? But again why such love and or discoveries faded as one distance from Tanah Haram? These are the theme and objective of this writing. My short experience being there, as well as lots of tumbling loves that I had gone through, I would love to share some though, which, I hope could if not for good, but a life story to share. May Allah help me.
Debar Menguncangkan
Jatuh cintalah. Semarakkan cinta. Rasakan debar hati dan hangatnya dada. Biar pria, biar priani. Tanpa kenal usia. Tanpa kenal darjat. Asa dan
Let take in love as a scene. Make the love burning. Surely, we could feel the fast heart beat and the warming chest. Our brain surely keep refreshing and thinking high. Doesn't matter what is the gender, age, position, once in love, our soul would float and energize. And if there is any one whom is prejudiced about someone being in love, then I would say, he/she had denied the natural function of the heart. In our heart, Allah had planted the seed of love for us to realize as the push to care, to be concern. To love is to make someone to be sincere with each other. There is no love without sincerity.The true love, as it should be.
. (2) Sang pria, bisa saja meratah tubuh priani yang mengiurkan, menyerah. Namun tanpa rasa cinta, hatinya kemudian pasti akan menyumpah menyesal: sundal, murahan, pedagang, ayam, pisau cukur, apa saja!. Priani, siapa juga dia, saat tubuhnya terserah dan dimamah, tanpa digulit cinta: hatinya hancur, hormat harga dirinya kabur! Sesungguhnya, biar seorang pelacur paling bawah sekalipun darjatnya,
(3) Cinta adalah kemurnian rasa hati untuk bersama saling membela dan menghargai. Tidak ada cinta buta. Tidak perlu istilah cinta yang tulus. Tidak ada durjana cinta. Yang ada cuma cinta. Ianya adalah rasa yang murni dan membahagiakan. Cinta tidak perlu penambahan kata untuk menjelaskan ertinya. Jangan kita keliru antara cinta dan nafsu. Nafsu boleh mendorong cinta. Namun cinta, seharusnya membendung nafsu melainkan haknya. Ingat, pastinya pada Adam dan Hawa, cinta tumbuh dulu sebelum nafsu. Saya berkata sebegitu, kerana itulah perintah Allah: cintailah Dia dan para nabi dan rasulNya. Pastinya, cinta terpisah dari segala durjana. Cinta adalah kesuburan dan kebahagian. Tidak kurang dari itu.
(4) Cintalah yang menuntut Adam AS menerjang gunung, laut, belantara, dan gurun ke Jabal Rahmah, di Padang Arafah nan kontang, buat ketemu Hawa lalu membangun semula Kaabah dan terus berkampung di sana. Adam AS tidak minser, beranjak dari mendepani cabaran Lembah Beka yang kering kontang atas cinta baginda. Baginda membangun perkampungan manusia di sana. Baginda mendepani segala ujian Allah di sana. Sesungguhnya benih cinta Adam AS dan Hawa yang membawa manusia, Umat Islam untuk mencintai Allah dan para rasulNya. Kemuncak cinta itu, adalah kehadiran mereka di depan Kaabah dan Nabawi. Sesungguhnya MahaPencintanya Allah dan Muhammad SAW biar betapa ingkar dan kesasarnya manusia, tetap saja Dia dan baginda mengampun dan memberikan kita jalan pulang.
Di Tanah Haram Kita Bercinta
Cinta adalah suatu yang sering menguncangkan. Menguja. Cintalah juga yang menjadikan kita kental dan tegar. Asa kita terbina kukuh saat bercinta. Cinta menjadikan kita ingin berkorban. Cinta menjadikan kita bertanggungjawap. Cintalah yang menyuburkan. Cintalah menyegar, membahagiakan. Cinta menjadikan kita pemurah. Dan sesungguhnya, saya kira pasti sehingga kini, saat kita berbicara soal Hajj dan Umrah, pasti kita akan hanya membicarakannya dari sudut itulah fadhu ain yang Allah telah perintahkan!. Kita jarang dan atau tidak
(2) Bayangkan latarbelakang sebegini: berjalanlah untuk menemui yang dicintai. Getaran jiwa terguncang hebat dalam setiap langkah diambil. Apa lagi jika perjalanan itu adalah sebuah perjalanan panjang dan payah. Bukan hanya hati tergetar hebat, fikiran juga menjadi banyak bersoal. Dan saat ketemu yang dicintai, rasanya bagaimana? Jiwa terus melambung, menukik-nukik, air mata mungkin berderai dan dada akan penuh kelapangan, kembang, fikiran jadi tenang lantaran segala hormon kebahagian mengalir deras dalam setiap pembuluh dan rerambut darah kita. Biar yang sedang menghadapi matipun, saat yang tercinta hadir di depan mata, pasti akan pamit senyum paling indah adanya. Semua nikmat itu adalah lantaran sebuah cinta.
(3) Banyak orang, bahkan diri saya sendiri, jadi sering bercucuran air mata saat tawaf, sujud dan iktikaf di Tanah Haram. Fikiran kita tiada lain melainkan mendoakan kebaikan. Biarpun wajah musuh melintas, tetap kita, jika tidak berdoa kebaikan untuknya, kita hanya diam tafakur sesal. Sesungguhnya, di Tanah Haram Allah mengajar kita untuk bercinta. Cinta dengan mudah tumbuh di sana. Cinta mudah kita rasai di sana. Kerana rasa cinta, kita jadi focus, kita melupakan segalanya. Kita hanya menghadap diri kita kepadaNya. Kita mengadapNya sepertinya kita mengadap kekasih yang kita cintai. Kita tidak takut. Kita terbuka dan menyerah. Kita menjadi tulus. Kita menjadi jujur. Kita menjadi ikhlas. Kita malah siap berjanji untuk bangkit berkorban. Kita mahu lebih bertanggungjawap. Kita jadi pemurah. Kita berazam mahu bersih. Kita bertekad mahu lurus. sesungguhnya Tanah Haram menemukan dan membasahi jiwa dan fikiran kita dengan cinta. Cinta sebenar-benarnya cinta. Allah MahaTahu, saya menduga, begitulah saya kira seharusnya kita, saat di sana.
(4)Kerana Allah mahu menyemai dan melestarikan rasa cinta di dalam diri kita, maka setiap kebaikan yang kita hulurkan di Tanah Haram ganjarannya adalah 100,000 kali berlipat ganda. Semuanya, agar kita benar-benar jatuh cinta, dan menikmati rasa jatuh cinta itu. Sholat kita, tawaf kita, saie kita, iftikaf kita, doa kita, sedekah kita, pertolongan kita, kemurahan kita, nasihat kita, pekerti kita, kesabaran kita, ketegaran kita, segalanya bila kita perlalkukan di Tanah Haram, rasanya, nikmatnya sangat berbeda. Ada sebuah kepuasan yang sangat bermakna saat kita lakukan semua itu di Tanah Haram. Sangat berbeda, sangat puas, sangat damai, sangat bahagia. Kenapa?
(5) seorang ibu, jika dia menyusukan anaknya dengan ikhlas dan bertanggungjawap, si anak akan merasa puas dan kenyang biarpun susuan itu hanya sedikit. Saat anak menyusu, sang ibu menbelai kepalanya, mengucup keningnya, dan menjamah-jamah pipi
(6) Hakikatnya, saya menduga, Allah mahu kita bercinta dan menikmati rahmat cinta semasa di Tanah Haram. Maka dengan sebab itu, saya menduga Dia jadikan Hajj sebagai fardhu ain. Cinta di Tanah Haram, adalah cinta yang mengajar kita untuk antaranya agar kita jadi pemberani, rajin, khusuk (focus), tegar, sabar, pemurah, tulus, jujur, ikhlas, dan bertanggunjawap. Allah menuntut kita bercita di padang manusia yang pelbagai ragam, budaya, taraf sosio-ekonomi dan tujuan hidup mereka.
(7) Cuma, mungkin tidak banyak dan atau tiada yang melihat Hajj dan Umrah sebagai jalan Allah hendak menanamkan dan menjelaskan cinta yang Dia maksudkan buat kita. Juga sayang, saat kita menjauh dari Tanah Haram, perolehan nilai-nilai cinta kita kian terhakis dan kita kembali kepada nafsu. Nafsu menjadikan kita bacul, kendiri, bakhil, kotor, bengkok, malas, sempit, dsb yang akhirnya kita menjadi kembali resah, tidak selamat, dan sepi. Kita kemudian menjadi terlalu ingin untuk kembali ke Kaabah dan Nabawi. Sesungguhnya, saya berkira, kebanyakan dari kita sangat tidak mengerti akan fitrah betapa Hajj itu wajib hanya sekali. Selebihnya adalah sunat. Betapa baik, mungkin jika kita punya lebih belanja, dan mahu berulangkali Hajj dan Umrah, kita sedekahkan wang itu untuk yang tidak pernah ke sana, mereka mahu tetapi kurang mampu. Tidakkah itu lebih afdal kerana kita mendidik yang lainnya untuk dapat menikmati rasa cinta dan mudah-mudahan cinta itu akan lestari dan kekal menjadi amalan hidupnya?
Persoalan dan Rumusan
Kenapakah barkah cinta Tanah Haram sepertinya tidak melekat menjadi jatidiri kita saat kita menjauh darinya? Atau adakah caranya agar cinta Tanah Haram itu agar terus lestari dalam amalan dan jalanan hidup kita biar kita berada di titik paling jauh darinya?
(2)Saya berkira, sesungguhnya, jika kita terus antaranya pemberani, tegar, sabar, tulus, jujur, ikhlas dan bertanggungjawap, insyaAllah cinta Tanah Haram sebetulnya telah melekat dalam hati dan fikiran kita. Apapun sikap dan perbuatan kita, pasti jika terlaksana sebagaimana kita laksanakan semasa di Tanah Haram, pastinya akan juga mendatangkan rasa puas, damai dan bahagia yang sama. Kita jadinya sentiasa senyum dan berseri. Cuma, bagaimanakah melestarikan nilai-nilai cinta yang telah kita temui dan nikmati semasa di Tanah Haram.
(3) Para religious pasti akan berkata, maka cintailah Allah melebihi segalanya. Ya sememangnya benar, tetapi bagaimanakah caranya? Buat saya, sesungguhnya Allah telah menunjukkan jalan yang mudah: peliharalah sholah, bayarlah zakat, dan berbuat baiklah kepada yang memerlukan berulang-ulang. Juga Allah tidak lupa agar kita terus membuat amal kebajikan kepada sesama hamba, orang tua, para guru dsbnya. Sesungguhnya, buat saya, dalam kita menjaga sholat, maka teruslah kita memimpin untuk kepentingan ummah dengan penuh rasa berani, tegar, sabar, tulus, ikhlas, jujur dan bertanggungjawap. Marakkanlah sifat-sifat ini, dengan rasa cintakan sesama manusia dan kita mesti saling mendokong demi keredhaan Allah. Jika kita dapat melestarikan ini, inilah mungkin apa yang di namakan Hajj dan atau ummrah mabruh. Cinta yang diberkati.
(4) Buat diri saya, saya berusaha keras mempertahankan cinta saya sesama manusia dan ummah lewat rakaman foto-foto kehidupan payah, bersama mereka biar saat saya berada di mana-mana, menikmati kehidupan mereka di lorong-lorong terpinggir, melawat mereka di gunung-gunung, di pinggiran sungai dan segala. Saya menetapkan agar diri saya terus menjadi manusia ringkas, manusia focus dan dengan segera melampias apa juga di depan dan samping saya yang boleh memisahkan saya dengan kehidupan mereka yang payah dan susah. Mudah-mudahan Allah terus mengekalkan sifat saya sebegitu seterusnya, kerana kebahagian mereka adalah rezeki saya di akhirat, jika saya mampu mengadakannya. Semoga saya terus kekal di bawah cinta lembayung Kaabah. InsyaAllah.
Kuching, Sarawak
3 Oct., 2012
0 comments:
Post a Comment