Prolog:
saban sore, dua merpati, hitam dan kelabu
tidur di daun jendela gubukku
saban subuh mengamit
keduanya bertasbih mematikan lena tidurku
kemudian pergi entah ke mana, namun tetap kembali sorenya
trajis:
suatu subuh
tasbih mereka lain rasanya
aku menjengah seperti menyerah kedua mataku
lalu ditotol merpati hitam bikin aku buta
terasa kemudian dia terbang melayang entah ke mana
darah melimpah ke liang kupingku
lalu tertutup bikin aku hilang dengar
hatiku menangis terlalu perit sampai lidahku juga kaku
kini aku buta, tuli dan bisu
pada kulit wajah aku bergantung rasa
saban subuh dan senja aku merayap ke muka jendela
merasa hangat remang mentari bangkit
juga dingin nafas alam saat senja berlabuh
namun merpati, aku pasti tidak pernah kembali lagi
sangsi:
jendelaku jadi sepi
subuhku jadi sunyi
aku terus sendiri, berharap merpati kembali
hanya dalam fikiran dan hati aku bersuara
Tuhan, apa bedanya jika kututup saja jendela ini?
ah..sepertinya, aku sudah tiada harus di sini..
(apa wajar aku selancang ini?)
terasi, pendam, simunjan
1 jun., 2012
0 comments:
Post a Comment