8/6/11 KUDRAT......apakah hakikat atau hanya alasan!
Posted By: Abdullah Chek Sahamat - June 21, 2011Aku duduk di tebing tinggi. Pandangan kulayang dikejauhan samudera luas. Air dan awan yang membiru kian bertukar jadi pekat gelap. Angin nan sepoi, menghempas riak-riak menjadi ombak nan kian meninggi. Para burung sudah mundur: pulang lalu berteduh pada pohon-pohon yang kian menari ganas. Angin menghempas ke mukaku.
(2) Dua bajak: perahu bugis sedang berlumba mengejar pantai. Melihat badai yang hitam mengejar, Juragan Bajak yang kecil berteriak keras: " Ayuh dayung cepat. Pasti ombak ganas mendatang. Lekas kita pulang!" Lalu dia berdoa untuk semua: "Ya Allah, sesungguhnya Engkau maha tahu betapa bersamaku adalah tangan-tangan penyambung hidup keluarga yang sedang lapar. Ya Allah, kembalikan mereka kepada keluarga mereka dalam selamat dan aman. Kudrat kami di tanganMu".
(3) Bajak kedua, yang ternyata jauh lebih besar, kerana yakin, juragannya ambil biasa tentang hambatan ombak besar di belakang. Para pendayungnya bernyanyi girang, mendayung santai, menjimat tenaga kerana sadar nanti malam mereka perlu bertarung di samudera lainnya. Mereka mulai bermimpi indah. Dalam mimpi bersama juragan: "Inilah kudrat pelaut. Kalau takut dilambung ombak, usah berumah dipinggir pantai" kata hatinya yang kental yakin.
(4) Aku turut mengundur saat hujan sudah bagai batu-batu berhamburan menerjah kepala dan badanku. Ombak sudah memutih tanda marahnya hari. Dalam berlari pulang, terdengar riuh di pantai meyakinkanku betapa bajak-bajak itu telah selamat mendarat. Riuh hiruk pikuk itu pasti girang pendayung dalam dakapan ombak sang isteri dan anak-anak.
(5) Lewat tengah malam, ribut seperti belum mahu pulang. Gubuk: pondok usangku bagai ketitir kedinginan mengeletar di dahan pedu. Seluruhnya bergoncang. Jiwaku turut mengeletar. Kepalaku menjadi bangun bertanya: "Apa sudah selamatkah semua pelaut itu?". Aku lantas berlari ke pantai. Jawapan soalku, tiada siapa bisa menjawap. Aku harus selidik sendiri. Dalam hujan dan angin deras aku berlari sendiri. Tiada obor bisa kubawa. Kakiku yang jauh dari mata, saban kali saja menyandung: melanggar membikin tubuhku rebah tersungkur menyembah lumpur.
(6) Betapa aku jadi terlalu kecil. Dalam bayang-bayang pekat malam, di pantai yang sedang mati-matian bertahan dari pukulan ombak, dua bajak tersadai dan hancur berderai. Suara-suara tangis lirih kutangkap antara timbul dan hilang dibawa hujan dan angin kencang. Tetiba aku kesandung: terlanggar sekujur tubuh. " Bantu aku. Aku juragan bajak besar. Bajakku pecah di lautan. Pelautku, ya Allah hanya Dia yang tahu di mana mereka."
(7) Keesokan, saat hujan telah pergi. Air mata sekampung berhamburan. Musibah: kehancuran bajak besar menjadi kedukaan. Puluhan tubuh di tanam semadi dalam rumah tanah sempit. Hidup menjadi mati. Tawa menjadi tangis. Riang menjadi duka. Isteri-isteri bertukar tahta menjadi janda. Anak-anak berkelana tanpa bapa menjadi piatu.
(8) Dan aku, temanggu sendiri, ingin aku sepertinya kiyai: lebai berbicara tentang kudrat dan usaha. Apakah ada kudrat tanpa usaha atau mungkirkah Allah pada usaha dalam menentukan kudrat kita?
Kuching, Sarawak
21 June, 2011
#Abdullah Chek Sahamat
Writing that complies Bizarre, Odd, Strange, Out of box facts about the stuff going around my world which you may find hard to believe and understand
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment