Padamu:
di dadamu
saban waktu berdirinya aku
melihat merenung ke sana
biar dekat biar jauh
apa hijau apa kelabu
apa derai apa hemburan
apa bisikan apa teriakan
kulihat warna-warni kehidupan
kudengar nyanyian-perih kehidupan
lewat setiamu terbuka luas
Diriku:
biar puas telah kucatat segala warna-warna itu
biar puas telah kurakam segala nyayian-nyanyian itu
namun tubuhku masih tetap mengeletar
(dan kian goyah)
jiwaku masih tetap menangis rindu
(selalu sepi sendiri tidak dipeduli)
kudrat firasatku masih tetap tumpul
masih tiada kumampu
melihat hijau segar hidup ini di mana-mana
mendengar tawa merata-rata
padamu kucari cahayanya Dia
pada pagiNya
pada soreNya
pada malamNya
usah siapapun menutupmu dulu
selagi mataku belum pulang kepadaNya
Kita semua kita:
sedang dia masih terbuka
sedang cahaya masih melewatinya
(lihatlah NurNya padanya)
pedulilah kita
kerana bila malam datang
bila ribut melanda
tertutup ia
seperti memenjara-menyempitkan segala
seperti membatas-menyesakkan segala
sedang masih luas beban pundak kita
jika kita kepingin tetap kita
sampai kapan juga
(agar dapat nikmat senyumNya di syurga)
Bicara Sang Kodok:
Mana pintu hati dan kepalamu?
jangan jadi aku hanya bisa merayu hujan bila hujan
sedang sebetulnya aku hanya ingin puas sendiri saja mengawan
Kuching, Sarawak
1 Nov., 2009
0 comments:
Post a Comment