Kisah seorang penumpang Jawa dan penarik beca Madura di Kota Pontianak. Beca adalah angkutan jarak dekat yang amat terkenal di Pontianak, dan Kota-kota lainnya di serata Indonesia, melainkan di beberapa tempat di Sumatera, kerana adanya kereta kuda. Para tukang beca, di Pontianak, rata-ratanya adalah orang Madura. Mereka ini amat lincah, dan suka mengayuh beca laju-laju.
(2) Suatu hari, dalam terburu-buru, seorang Jawa menaiki beca untuk ke satu tujuan. Setelah duduk dalam beca, beliau lantas menanya berapa tambangnya, maka tukang beca meminta Rp10,000.00.
(3) Loh kok mahal amet. Lima ribu aja udeh. Mana bisa Pak, jalannya jauh. Udah panas ini. Iya, lima ribu aja udah. Untung ngak nganggur. Kalau nganggur satu rupiahpun ngak bisa dapat. Udah lima ribu aja. Baiklah Pak. Pelit (kedekut) bener. Sepuloh ribu aja dibilang mahal. Begitulah dialog keduanya.
(4) Lantas, pengayuh beca mengayuh becanya dengan pantas sekali. Bengkang bengkok, berkejaran, menyelit-nyelit di antara para kereta, lori, dan motorsikal. Apa lagi, segala lubang-lubang jalan terus saja dirempuh, sampai berdentum-dentum, melompat-lompat becanya. Kembang kuncup berdentumderas jantung penumpang beca di buatnya.
(5) Sang penumpang, jagi kurang selesa. Aduh Pak, kenapa bawa laju-laju. Ngapain buru-buru. Yo ngak apa-apa Pak. Tenang aja. Mana bisa tenang. Ini segala lobang kamu tabrak (rempuh), nanti bisa kewalik (terbalik). Udah Pak, perlahan-lahan saja. Biar cari yang selamat.
(6) Ya Pak. Yang selamat itu mahal. Ya udah. Sepuloh ribu yo sepuloh ribulah. Biar selamat. Kalau gitu dari tadi kan bagus. Biar selamat. Selamat sepuloh ribu. Ya selamat itu mahal!
Kendari, Sulawesi Tenggara
10 June, 2009
0 comments:
Post a Comment